Powered By Blogger

Kamis, 10 Juni 2010

Metateori Agenda Setting

Metateori Agenda Setting

Saya pernah bertanya dalam hati, bagaimana seorang ilmuan dapat menemukan suatu teori. Bagaimana Noelle Neumann dapat mencetuskan teori spiral kebisuan, atau George Gerbner yang mengemukakan bahwa televisi adalah media yang unik dan berpengaruh besar dalam teori kultivasi. Pertanyaan saya sedikit terjawab setelah mendalami apa itu metateori.

Metateori (teori tentang teori) adalah cara untuk mengkonstruksi sebuah teori. Setiap institusi pendidikan di dunia ini mengalami kesulitan dan perbedaan cara dalam memetakan sebuah teori. Meteteori hadir untuk menggambarkan dan menjelaskan perbedaan tersebut. Sehingga saat mengkonstruksi sebuah teori, ilmuan atau peniliti dapat menentukan teori mana yang cocok untuk mendukung teorinya. Menurut Littlejohn (2002:26) terdapat tiga aliran besar dalam memetakan teori, yaitu epistemologi, ontologi, dan aksiologi.

Epsitemologi berasal dari kata Episteme (ilmu pengetahuan) dan Logos (pengetahuan), yang berarti pengetahuan tentang pengetahuan. Littlejohn menyebutnya sebagai cabang filsafat yang mempelajari pengetahuan. Epistemologi juga diartikan teori pengetahuan yang memuat cara kerja dan pengandaian-pengandaian dalam mencari kebenaran dalam pengetahuan (Narwaya, 2006: 122). Littlejohn dalam bukunya Theories of Human Communication menjelaskan adanya dua pandangan dunia dalam epistemologi. Pandangan dunia pertama adalah ide-ide empiris dan rasional sedangkan pandangan dunia kedua adalah penemuan-penemuan penting.

Ontologi diartikan sebagai cabang filsafat yang mencoba menyelidiki realitas tentang suatu hal. Peristiwa-peristiwa sosial yang terjadi secara alami menjadi dasar pembentukan sebuah teori. Dalam teori-teori komunikasi, isu yang muncul dalam pembentukan teori secara ontologi adalah peristiwa atau fenomena yang dialami manusia, baik secara pribadi maupun kolektif. Ontologi memiliki kedekatan dengan epistemologi, sebab realitas akan menentukan cara kerja sebuah ilmu pengetahuan.

Aksiologi adalah studi filosofis mengenai hakikat nilai-nilai. Dalam melakukan penelitian guna menyusun teori, aksiologi sangat terkait dengan value judgment, etika, dan pilihan moral peneliti. Dalam paradigma postivisme, penelitian harus benar-benar bebas nilai. Sedangkan paradigma konstruktif dan kristis justru mensyaratkan nilai-nilai tertentu.

Untuk mendalami metateori memang diperlukan suatu contoh, sehingga aspek epistemologi, ontologi, maupun aksiologinya dapat tergambar secara jelas. Teori agenda setting, sebuah teori komunikasi massa mengenai kontruksi realita yang dibuat oleh media terhadap audiens juga dapat dipetakan menjadi tiga. Namun sebelum memetakan teori agenda setting, perlu penjelasan terlebih dulu mengenai teori ini.

Agenda Setting merupakan teori yang muncul pada pertengahan abad ke-20 ketika radio dan televisi merajai dunia. Maxwell Mc Comb dan Donal Shaw (1972) melakukan penelitian dan menulis bahwa pengaruh media massa dapat mempengaruhi pemikiran diantara individu-individu. Singkatnya, media massa tidak menentukan “what to think” namun mempengaruhi “what to think about” (Rakhmat, 2003:228). Teori agenda setting dimulai dengan asumsi bahwa media massa menyaring berita, artikelo, atau tulisan yang akan disiarkannya. Secara selektif, ‘gatekeeper’ (penyunting, redksi, maupun wartawan sendiri) menentukan mana yang pantas diberitakan, mana yang tidak.

Miller dalam bukunya Communication theories, menjelaskan bahwa Agenda setting terbentuk karena adanya tiga agenda. Yang pertama adalah agenda media (bagaimana media mengatur topik), yang kedua adalah agenda masyarakat (apa yang dipercayai oleh masyarakat), dan terakhir adalah agenda politik (pembuatan keputusan dan kebijakan). Disini terlihat bahwa pendekatan epistemologi digunakan dalam menyusun teori agenda setting. Pengetahuan dan teori-teori akan media, masyarakat, dan politik, mampu menyusun teori agenda setting.

Pendekatan ontologi dalam agenda setting terlihat dari berbagai kasus yang melatarbelakangi munculnya teori ini. Miller mencontohkan adanya kekerasan dalam sekolah di tahun 1990an dimana Colombine High School in Littleton, Corolado menjadi sekolah yang paling disoroti oleh media karena berbagai kasus yang terjadi di dalamnya. Hal serupa terjadi di Indonesia melalui kasus Institut Pendidikan Dalam negeri (IPDN), dimana kekerasan yang terjadi di dalamnya selalu disoroti oleh media. Kasus ini dihubungkan dengan isu politik di Departemen Dalam Negeri. Dengan melakukan agenda setting, masyarakat jadi memikirkan mengenai segala kemungkinan yang ada dibalik kasus IPDN.

Media massa memiliki peran dalam menyampaikan nilai-nilai yang baik pada masyarakat. Dalam dunioa politik, kepercayaan rakyat terhadap pemerintah dapat berubah seketika karena pemberitaan media. Nilai-nilai psikologis dapat dipengaruhi dengan adanya setting dari media. Aksiologi terlihat dari nilai-nilai (psikologis, etika, maupun politik) yang muncul ketika agenda setting ini muncul

Apapun pendekatan yang digunakan, yang pasti sebuah teori memerlukan pemetaan terlebih dahulu. Pendekatan melalui pengetahuan, kejadian-kejadian alami, maupun nilai-nilai merupakan cara mengkonstruksi teori untuk mendekati kebenaran. Pengujian akan kebenaran dari teori ini sangat diperlukan untuk perkembangan ilmu pengetahuan. Agenda setting merupakan sebuah teori yang pemetaannya dapat dilakukan melalui ketiga pendekatan tersebut.

[i]



Referensi :

Littlejohn, Stephen W. 2002. Belmont, CA : Wadsworth

Miller, KL. 2002. Communication Theories. Belmont, CA : Wadsworth

Narwaya, Tri Guntur St. 2006. Matinya Ilmu Komunikasi. Resist Book: Yogyakarta

Rakhmat, Jallaludin.2003. Psikologi Komunikasi. Remaja Rosdakarya : Bandung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar