Powered By Blogger

Jumat, 05 November 2010

matatoeri agenda setting

Agenda Setting

Saya pernah bertanya dalam hati, bagaimana seorang ilmuan dapat menemukan suatu teori. Bagaimana Noelle Neumann dapat mencetuskan teori spiral kebisuan, atau George Gerbner yang mengemukakan bahwa televisi adalah media yang unik dan berpengaruh besar dalam teori kultivasi. Pertanyaan saya sedikit terjawab setelah mendalami apa itu metateori.

Metateori (teori tentang teori) adalah cara untuk mengkonstruksi sebuah teori. Setiap institusi pendidikan di dunia ini mengalami kesulitan dan perbedaan cara dalam memetakan sebuah teori. Meteteori hadir untuk menggambarkan dan menjelaskan perbedaan tersebut. Sehingga saat mengkonstruksi sebuah teori, ilmuan atau peniliti dapat menentukan teori mana yang cocok untuk mendukung teorinya. Menurut Littlejohn (2002:26) terdapat tiga aliran besar dalam memetakan teori, yaitu epistemologi, ontologi, dan aksiologi.

Epsitemologi berasal dari kata Episteme (ilmu pengetahuan) dan Logos (pengetahuan), yang berarti pengetahuan tentang pengetahuan. Littlejohn menyebutnya sebagai cabang filsafat yang mempelajari pengetahuan. Epistemologi juga diartikan teori pengetahuan yang memuat cara kerja dan pengandaian-pengandaian dalam mencari kebenaran dalam pengetahuan (Narwaya, 2006: 122). Littlejohn dalam bukunya Theories of Human Communication menjelaskan adanya dua pandangan dunia dalam epistemologi. Pandangan dunia pertama adalah ide-ide empiris dan rasional sedangkan pandangan dunia kedua adalah penemuan-penemuan penting.

Ontologi diartikan sebagai cabang filsafat yang mencoba menyelidiki realitas tentang suatu hal. Peristiwa-peristiwa sosial yang terjadi secara alami menjadi dasar pembentukan sebuah teori. Dalam teori-teori komunikasi, isu yang muncul dalam pembentukan teori secara ontologi adalah peristiwa atau fenomena yang dialami manusia, baik secara pribadi maupun kolektif. Ontologi memiliki kedekatan dengan epistemologi, sebab realitas akan menentukan cara kerja sebuah ilmu pengetahuan.

Aksiologi adalah studi filosofis mengenai hakikat nilai-nilai. Dalam melakukan penelitian guna menyusun teori, aksiologi sangat terkait dengan value judgment, etika, dan pilihan moral peneliti. Dalam paradigma postivisme, penelitian harus benar-benar bebas nilai. Sedangkan paradigma konstruktif dan kristis justru mensyaratkan nilai-nilai tertentu.

Untuk mendalami metateori memang diperlukan suatu contoh, sehingga aspek epistemologi, ontologi, maupun aksiologinya dapat tergambar secara jelas. Teori agenda setting, sebuah teori komunikasi massa mengenai kontruksi realita yang dibuat oleh media terhadap audiens juga dapat dipetakan menjadi tiga. Namun sebelum memetakan teori agenda setting, perlu penjelasan terlebih dulu mengenai teori ini.

Agenda Setting merupakan teori yang muncul pada pertengahan abad ke-20 ketika radio dan televisi merajai dunia. Maxwell Mc Comb dan Donal Shaw (1972) melakukan penelitian dan menulis bahwa pengaruh media massa dapat mempengaruhi pemikiran diantara individu-individu. Singkatnya, media massa tidak menentukan “what to think” namun mempengaruhi “what to think about” (Rakhmat, 2003:228). Teori agenda setting dimulai dengan asumsi bahwa media massa menyaring berita, artikelo, atau tulisan yang akan disiarkannya. Secara selektif, ‘gatekeeper’ (penyunting, redksi, maupun wartawan sendiri) menentukan mana yang pantas diberitakan, mana yang tidak.

Miller dalam bukunya Communication theories, menjelaskan bahwa Agenda setting terbentuk karena adanya tiga agenda. Yang pertama adalah agenda media (bagaimana media mengatur topik), yang kedua adalah agenda masyarakat (apa yang dipercayai oleh masyarakat), dan terakhir adalah agenda politik (pembuatan keputusan dan kebijakan). Disini terlihat bahwa pendekatan epistemologi digunakan dalam menyusun teori agenda setting. Pengetahuan dan teori-teori akan media, masyarakat, dan politik, mampu menyusun teori agenda setting.

Pendekatan ontologi dalam agenda setting terlihat dari berbagai kasus yang melatarbelakangi munculnya teori ini. Miller mencontohkan adanya kekerasan dalam sekolah di tahun 1990an dimana Colombine High School in Littleton, Corolado menjadi sekolah yang paling disoroti oleh media karena berbagai kasus yang terjadi di dalamnya. Hal serupa terjadi di Indonesia melalui kasus Institut Pendidikan Dalam negeri (IPDN), dimana kekerasan yang terjadi di dalamnya selalu disoroti oleh media. Kasus ini dihubungkan dengan isu politik di Departemen Dalam Negeri. Dengan melakukan agenda setting, masyarakat jadi memikirkan mengenai segala kemungkinan yang ada dibalik kasus IPDN.

Media massa memiliki peran dalam menyampaikan nilai-nilai yang baik pada masyarakat. Dalam dunioa politik, kepercayaan rakyat terhadap pemerintah dapat berubah seketika karena pemberitaan media. Nilai-nilai psikologis dapat dipengaruhi dengan adanya setting dari media. Aksiologi terlihat dari nilai-nilai (psikologis, etika, maupun politik) yang muncul ketika agenda setting ini muncul

Apapun pendekatan yang digunakan, yang pasti sebuah teori memerlukan pemetaan terlebih dahulu. Pendekatan melalui pengetahuan, kejadian-kejadian alami, maupun nilai-nilai merupakan cara mengkonstruksi teori untuk mendekati kebenaran. Pengujian akan kebenaran dari teori ini sangat diperlukan untuk perkembangan ilmu pengetahuan. Agenda setting merupakan sebuah teori yang pemetaannya dapat dilakukan melalui ketiga pendekatan tersebut.

[i]



Referensi :

Littlejohn, Stephen W. 2002. Belmont, CA : Wadsworth

Miller, KL. 2002. Communication Theories. Belmont, CA : Wadsworth

Narwaya, Tri Guntur St. 2006. Matinya Ilmu Komunikasi. Resist Book: Yogyakarta

Rakhmat, Jallaludin.2003. Psikologi Komunikasi. Remaja Rosdakarya : Bandung

KOMUNIKASI PEMBANGUNAN

KOMUNIKASI PEMBANGUNAN

A. PENGERTIAN

Komunikasi merupakan proses penyampaian pesan dari seseorang (komunikator) kepada pihak lain (komunikan) dengan tujuan menyamakan persepsi dan tanggapan yang dibicarakan. “Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal dari kata Latin communicatio, dan bersumber dari kata communis yang berarti sama. Sama di sini maksudnya adalah sama makna” (Effendy,1990:9).

Sebenarnya di dalam suatu proses komunikasi,terdapat banyak model yang dapat kita gunakan. Tapi dalam komunikasi pembangunan ini model komunikasi yang kita gunakan adalah S - M - C - R – E, yaitu proses yang berjalan dari seorang komunikator yang membawa pesan melalui sebuah saluran yang ditujukan kepada komunikan sehingga menimbulkan dampak tertentu.

Pembangunan menurut Rogers (1969,1971) adalah proses-proses yang terjadi pada level atau tingkatan sistem sosial, sedangkan modernisasi menunjuk pada proses yang terjadi pada level individu. Rogers sendiri (1978) mengubah rumusan yang pernah dibuatnya tentang pembangunan dari apa yang pernah dikemukakannya sebelumnya (1971, 1973, 1976) dengan menyatakan pembangunan sebegai suatu proses perubahan sosial yang bersifat partisipatori secara luas untuk memajukan keadaan sosial dan kebendaan termasuk keadilan yang lebih besar, kebebasan dan kualitas yang dinilai tinggi yang lainnya, bagi mayoritas masyarakat melalui perolehan mereka akan kontrol yang lebih besar terhadap lingkungannya[1].

Sedangkan pembangunan menurut Tehranian (1979) adalah mengartikan istilah kemajuan (progress), pembangunan (development), dan modernisasi, sebagai suatu fenomena historis yang sama, yaitu suatu transisi dari masyarakat yang agraris ke masyarakat industrial[2].

Komunikasi dan pembangunan merupakan dua hal yang saling berhubungan sangat erat. Kedudukan komunikasi dalam konteks pembangunan adalah “as an integral part of development, and communication as a set of variables instrumental in bringing about development“ (Roy dalam Jayaweera dan Anumagama, 1987). Siebert, Peterson dan Schramm (1956) menyatakan bahwa dalam mempelajari sistem komunikasi manusia, seseorang harus memperhatikan beberapa kepercayaan dan asumsi dasar yang dianut suatu masyarakat tentang asal usul manusia, masyarakat dan negara[3]. Sehingga dapat kita artikan bahwa komunikasi pembangunan adalah proses penyebaran pesan oleh seseorang atau sekelompok orang kepada khalayak guna mengubah sikap, pendapat, dan perilakunya dalam rangka meningkatkan kemajuan lahiriah dan kepuasan batiniah, yang dalam keselarasannya dirasakan secara merata oleh seluruh rakyat[4]. Komunikasi pembangunan sendiri memiliki dua pengertian, baik secara luas maupun secara sempit. Pengertian komunikasi pembangunan secara luas adalah peran dan fungsi komunikasi (sebagai aktivitas pertukaran pesan secara timbal balik) di antara semua pihak yang terlibat dalam usaha pembangunan, terutama masyarakat dan pemerintah, sejak dari proses perencanaan, pelaksanaan dan penilaian terhadap pembangunan. Sedangkan dalam arti sempit, komunikasi pembangunan merupakan segala upaya dan cara, serta teknik penyampaian gagasan, dan keterampilan-keterampilan penbangunan yang bersal dari pihak yang memprakarsai pembangunan yang ditujukan pada masyarakat luas.

B. TUJUAN KOMUNIKASI PEMBANGUNAN

Komunikasi pembangunan mempunyai tujuan, antara lain memberikan informasi, persuasif (menggugah perasaan), mengubah perilaku, mengubah pendapat atau opini, mewujudkan partisipasi masyarakat, dan meningkatkan pendapatan. Tujuan-tujuan komunikasi pembangunan ini diharapkan dapat menyebabkan perubahan di masyarakat atau perubahan sosial (social change).

Komunikasi pembangunan di Indonesia memiliki tujuan inti, yaitu dalam rangka pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia itu sendiri yang harus bersifat pragmatik, yaitu suatu pola yang membangkitkan inovasi bagi masa kini dan masa depan.

METODE PENDEKATAN KOMUNIKASI PEMBANGUNAN

Komunikasi pembangunan memiliki beberapa metode-metode pembangunan, antara lain:

a. Pendekatan Sasaran

1. Pendekatan massa

Metode yang digunakan adalah dengan cara memberikan pemahaman awal kepada masyarakat dengan media massa yang dilakukan oleh pengambil kebijakan. Pendekatan massa ini mempunyai keuntungan yaitu program dapat cepat tersebar luas.

2. Pendekatan kelompok

Metode ini dugunakan untuk menginformasikan program kepada kelompok-kelompok masyarakat, seperti pelatihan dan workshop. Keuntungan dari pendekatan ini adalah program dapat dipantau secara baik.

3. Pendekatan Individu

Metode ini digunakan untuk menginformasikan program dengan mendatangi langsung rumah-rumah warga. Keuntungan dari pendekatan ini adalah warga merasa dihargai, komunikasi dari hati ke hati, petugas dapat menggali semua permasalahan warga

b. Pendekatan Materi

1. Metode ceramah dan diskusi.

2. Penggunaan alat bantu gambar serta media demonstrasi.

C. KOMUNIKASI PEMBANGUNAN DI INDONESIA

Komunikasi pembangunan yang dilancarkan di Indonesia pasti berbeda dan harus berbeda dengan apa yang ada di negara-negara lainnya karena subjek dan objek yang terlibat dalam komunikasi pembangunan itu memang berbeda. Perbedaan-perbedaan tersebut, baik yang tampak maupun yang tidak tampak, disebabkan oleh kekhasan dalam tujuan negara, sistem pemerinyahan, latar belakang kebudayaan, pandangan hidup bangsa, dan nilai-nilai yang merekat pada rakyat, yakni rakyat Indonesia yang Bhineka Tunggal Ika itu.

Ditinjau dari ilmu komunikasi yang juga mempelajari dan meneliti proses, yakni proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk mengubah sikap, pendapat dan perilakunya, maka pembangunan melibatkan dua komponen yang kedua-duanya merupakan manusia. Yang pertama adalah komunikator pembangunan yang harus memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam menyebarluaskan pesan. Yang kedua adalah komunikan pembangunan, baik penduduk kota maupun penduduk desa, yang harus diubah sikap, pendapat, dan perilakunya.

Menurut Koentjaraningrat, suatu bangsa yang hendak mengintensifkan usaha untuk pembangunan harus berupaya agar banyak dari warganya lebih menilai tinggi orientasi ke masa depan, dan dengan demikian bersifat hemat unutk bisa lebih teliti memperhitungkan hidupnya di masa depan, lebih menilai tinggi hasrat eksplorasi untuk mempertinggi kapasitas berinovasi, lebih menilai tinggi orientasi ke arah achievement karya, dan akhirnya menilai tinggi mentalitas berusaha atas kemampuan sendiri, percaya kepada diri sendiri, berdisiplin murni, dan berani bertanggung jawab sendiri.

Dengan demikian, pembangunan nasional yang digalakkan di Indonesia ini, yakni dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia, harus bersifat paradigmatik, yakni merupakan pola yang membangkitkan inovasi bagi masa yang dijalani dan dihadapi sebagaimana ditegaskan dalam GBHN. Bukannya bersifat dilematik dan problematik, terutama dalam pelaksanaannya, disebabkan oleh kekurang pahaman akan mentalitas bangsa sendiri[5].

D. KOMUNIKASI PEMBANGUNAN DALAM PENERAPANNYA

Di dalam menerapkan program- program pembangunan ada tiga hal penting

yang harus diperhatikan, yaitu:

(1) program tersebut dapat dilakukan dengan mudah

oleh masyarakat, (2) program tersebut menguntungkan sehingga dapat meningkatkan

pendapatan masyarakat dan (3) jika dijalankan, program tersebut tidak menimbulkan

kesenjangan sosial di masyarakat. Jadi, ketika kita menerapkan komunikasi

pembangunan, sebelumnya kita sudah harus dapat memahami dan menyesuaikan

dengan kondisi sosial di daerah tersebut.

Komunikasi pembangunan dapat diterapkan melalui beberapa cara, yaitu

melalui media massa, dengan komunikasi kelompok ataupun dengan komunikasi

personal.

Di Indonesia, komunikasi pembangunan sudah diterapkan di beberapa bidang, seperti misalnya di bidang pertanian, program Keluarga Berencana, di bidang pendidikan dan di bidang kesehatan.

E. KASUS-KASUS KOMUNIKASI PEMBANGUNAN

a. Komunikasi Personal

Dalam kasus ini dilakukan atas nama personal atau dengan pendekatan personal. Adapun kasusnya seperti orang tua yang membimbing anak, seseorang yang membimbing orang lain atau bahkan hingga melakukan pendekatan kepada tokoh-tokoh tertentu secara personal.

b. Komunikasi Kelompok

Kasus ini dilakukan atas nama lembaga, organisasi, dan lain sebagainya. Adapun kasusnya seperti penyuluhan kepada siswa Sekolah Menengah Atas (SMA), penyuluhan pertanian kepada kelompok petani, dan dapat pula berupa penyuluhan di posyandu. Kasus komunikasi kelompok ini ada yang berupa kelompok kecil maupun kelompok besar. Komunikasi kelompok kecil dilakukan dalam kelompok yang lebih terbatas dan dimungkinkan terjadi proses komunikasi dua arah, contohnya seperti penyuluhan dan lokakarya. Sedangkan komunikasi kelompok besar dilakukan dalam kelompok besar, heterogen, anonim dan tidak dimungkinkan terjadi proses komunikasi dua arah, seperti halnya yang terjadi pada saat orasi kampanye partai politik.

c. Komunikasi Massa

Komunikasi massa ini dilakukan dengan keterlibatan media massa. Contoh dalam kasus ini seperti kampanye anti rokok, iklan layanan masyarakat hemat listrik, film dokumenter mengenai transmigrasi, talk show hingga penyampaian pesan dalam pemberitaan. Itu semua bagian dari pengaplikasian komunikasi masa pada kehidupan bermasyarakat pada umumnya. Selain terbetuk pendapat yang berbeda yang menyatakan bahwa komunikasi massa tidak selalu menggunakan media massa. Pidato di hadapan sejumlah orang banyak di sebuah lapangan asal menunjukan perilaki massa (mass behavior) dapat dikatakan komunikasi massa.oleh sebab itu, komunikasi yang dilakukan oleh si orator secara tatap muka seperti itu adalah juga komunikasi massa.

F . KESIMPULAN

Dari pernyataan diatas bisa kita simpulkan bahwa tugas pokok dari komunikasi pembangunan dalam suatu perubahan social dalam rangka pembangunan nasional yaitu menyampaikan informasi kepada masyarakat agar mereka memusatkan perhatian kepada kebutuhan akan perubahan, membangkitkan aspirasi nasional, memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk mengambil bagian secara aktif dalam proses pembuatan keputusan, menciptakan arus informasi yag berjalan lancar dari bawah ke atas dan mendidik tenaga kerja yang diperlukan untuk pembangunan.



[1] Zulkarimen Nasution, 2001. Komunikasi Pembangunan Pengenalan Teori dan Penerapannya. Jakarta:RajaGrafindo Persada, hal 82.

[2] Ibid, hal 82.

[3] Drs. Mukti Sitompul, M.Si, 2002. “Konsep-konsep Komunikasi Pembangunan”.

[4] Prof. Drs. Onong Uchjana Effendy, M.A, 1990. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung: Remaja Rosdakarya, hal 92.

[5] Ibid, hal 88-91.