Powered By Blogger

Selasa, 21 Desember 2010

teknologi komunikasi


OPINI SAYA TENTANG TEKNOLOGI KOMUNIKASI
Teknologi komunikasi bukan hal asing bagi masyarakat dunia sekarang ini. Teknologi dibuat untuk memudahkan kehidupan manusia. Dengan kemampuan akalnya manusia terus berusaha mengembangkan teknologi. Karena teknologi komunikasi merupakan produk pikiran manusia, maka teknologi komunikasi lebih dari sekedar alat, dia juga membawa nilai-nilai dari budaya mana manusia pembuatnya berasal. Dalam beberapa dasawarsa terakhir ini, teknologi komunikasi berkembang semakin pesat. Perkembangan di bidang teknologi komunikasi ini dapat membantu kita memetakan atau membuat fase-fase terhadap perkembangan ilmu Komunikasi, bahkan sejarah peradaban manusia. Terkait dengan teknologi komunikasi, kita mengenal era komunikasi ritual, sosial, tulisan, media cetak, media elektronik sampai yang terbaru, era media digital.
Secara sederhana, teknologi dapat didefinisikan sebagai pengembangan dan aplikasi dari alat, mesin, material dan proses yang menolong manusia menyelesaikan masalahnya. Sebagai aktivitas manusia, teknologi mendahului sains dan teknik (id.wikipedia.org). Sementara itu, “komunikasi” secara sederhana dapat dinyatakan sebagai proses pentransmisian dan pentransaksian pesan dari satu pihak ke pihak lainnya, baik termediasi maupun tidak. Dengan demikian, “teknologi komunikasi” dapat dijelaskan sebagai alat, mesin atau material yang membantu manusia menyelesaikan masalah dalam berkomunikasi. Kata “teknologi komunikasi” sering rancu dengan “teknologi informasi”. Menurut saya, teknologi komunikasi mengandung aspek yang lebih dinamis, karena membantu manusia menyelesaikan masalah dalam berkomunikasi sementara teknologi informasi, secara sederhana, dapat diartikan sebagai proses penerpan teknologi dalam mengolah informasi (data dan sebagainya) dengan bantuan komputer dan perangkat telekomunikasi lainnya.
Seperti telah disebutkan di atas, teknologi komunikasi hadir untuk membantu manusia menyelesaikan masalahnya dalam berkomunikasi. Sebagai ilustrasi, jika dulu manusia berkomunikasi via telepon dengan manusia di tempat lain hanya bisa mendengar suara, maka sekarang dengan bantuan web camera di komputer multimedia atau teknologi 3G pada telepon selular kita bahkan dapat melihat lawan bicara kita. Dengan demikian, teknologi komunikasi mampu meningkatkan kemampuan indrawi manusia, sejauh ini indra penglihatan dan pendengaran, karena belum ditemukan teknologi yang bisa digunakan untuk membantu manusia ‘membaui’ atau ‘menyentuh’ lawan bicara. Dengan teknologi komunikasi, manusia dapat berhubungan dengan manusia-manusia di belahan bumi lainnya tanpa dibatasi oleh sekat-sekat waktu dan geografi. Oleh karena itu tidak berlebihan bila teknologi komunikasi di era sekarang ini mampu mewujudkan konsep dari Marshall McLuhan tentang “global village”.
Namun seperti halnya koin mata uang, teknologi komunikasi juga memiliki dua sisi. Di satu sisi dia memudahkan dan menyenangkan manusia, namun di sisi lain dia juga menghadirkan ambivalensi. Masyarakat kita sekarang tidak hanya dilanda antusiasme terhadap teknologi komunikasi, tetapi juga kebingungan bahkan kecemasan. Sebagai contoh, kehadiran new media (media baru) dengan komputer sebagai katalisatornya, membuat arus informasi mengalir begitu deras, sehingga membuat bingung mana yang harus dipercaya dan yang tidak. Ada pula kekhawatiran soal ‘kecanduan’ terhadap media baru yang bisa berakibat pada ‘isolasi sosial’. Belum lagi komunitas virtual yang terkadang melabrak tatanan moral, sistem nilai dan norma yang telah tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Contoh mudahnya, cybercrime dan pornografi via internet. Pada titik ini, dapat dikatakan seperti yang diungkapkan McLuhan, “we makes our tools and they in turn shape us”.
Oleh karena itu, untuk menghadapi dan menyikapi teknologi komunikasi, manusia perlu “berdaya”. Kita tidak perlu menghindari atau bahkan paranoid terhadap teknologi komunikasi, asalkan bijak menyikapinya. Karena orientasi awalnya untuk memudahkan kehidupan manusia, selain yang negatif, banyak hal positif yang dapat kita petik dari teknologi komunikasi. Sebagai contoh, pengalaman pribadi saya dengan telnologi komunikasi. Saya membantu kakak sepupu saya mencari donatur untuk membantu membiayai pengobatan matanya yang terkena glukoma, dan berhasil didapatkan. Berkat teknologi komunikasi, pencarian dapat dilakukan dengan lebih efektif dan efisien daripada jika harus ‘berjuang’ lewat dunia nyata. Kebetulan sepupu saya itu tinggal di kota kecil yang belum memiliki rumah sakit khusus mata.
Berdaya di sini maksudnya dapat menghadapi dan menyikapi teknologi komunikasi dengan kewaspadaan, sikap terbuka, kritis dan skeptis (tidak mudah percaya). Dengan demikian kita dapat menggunakan teknologi komunikasi sesuai kebutuhan informasi kita dan dapat menghindari konsekuensi sosial dan kultural yang bernilai negatif dari teknologi komunikasi tersebut. Persoalannya, belum semua masyarakat kita (Indonesia), “berdaya” dalam menyikapi teknologi komunikasi. Salah satu jalan yang dapat ditempuh untuk memberdayakan masyarakat dalam menghadapi dan menyikapi teknologi komunikasi, menurut saya, adalah lewat pendidikan.

Jumat, 05 November 2010

matatoeri agenda setting

Agenda Setting

Saya pernah bertanya dalam hati, bagaimana seorang ilmuan dapat menemukan suatu teori. Bagaimana Noelle Neumann dapat mencetuskan teori spiral kebisuan, atau George Gerbner yang mengemukakan bahwa televisi adalah media yang unik dan berpengaruh besar dalam teori kultivasi. Pertanyaan saya sedikit terjawab setelah mendalami apa itu metateori.

Metateori (teori tentang teori) adalah cara untuk mengkonstruksi sebuah teori. Setiap institusi pendidikan di dunia ini mengalami kesulitan dan perbedaan cara dalam memetakan sebuah teori. Meteteori hadir untuk menggambarkan dan menjelaskan perbedaan tersebut. Sehingga saat mengkonstruksi sebuah teori, ilmuan atau peniliti dapat menentukan teori mana yang cocok untuk mendukung teorinya. Menurut Littlejohn (2002:26) terdapat tiga aliran besar dalam memetakan teori, yaitu epistemologi, ontologi, dan aksiologi.

Epsitemologi berasal dari kata Episteme (ilmu pengetahuan) dan Logos (pengetahuan), yang berarti pengetahuan tentang pengetahuan. Littlejohn menyebutnya sebagai cabang filsafat yang mempelajari pengetahuan. Epistemologi juga diartikan teori pengetahuan yang memuat cara kerja dan pengandaian-pengandaian dalam mencari kebenaran dalam pengetahuan (Narwaya, 2006: 122). Littlejohn dalam bukunya Theories of Human Communication menjelaskan adanya dua pandangan dunia dalam epistemologi. Pandangan dunia pertama adalah ide-ide empiris dan rasional sedangkan pandangan dunia kedua adalah penemuan-penemuan penting.

Ontologi diartikan sebagai cabang filsafat yang mencoba menyelidiki realitas tentang suatu hal. Peristiwa-peristiwa sosial yang terjadi secara alami menjadi dasar pembentukan sebuah teori. Dalam teori-teori komunikasi, isu yang muncul dalam pembentukan teori secara ontologi adalah peristiwa atau fenomena yang dialami manusia, baik secara pribadi maupun kolektif. Ontologi memiliki kedekatan dengan epistemologi, sebab realitas akan menentukan cara kerja sebuah ilmu pengetahuan.

Aksiologi adalah studi filosofis mengenai hakikat nilai-nilai. Dalam melakukan penelitian guna menyusun teori, aksiologi sangat terkait dengan value judgment, etika, dan pilihan moral peneliti. Dalam paradigma postivisme, penelitian harus benar-benar bebas nilai. Sedangkan paradigma konstruktif dan kristis justru mensyaratkan nilai-nilai tertentu.

Untuk mendalami metateori memang diperlukan suatu contoh, sehingga aspek epistemologi, ontologi, maupun aksiologinya dapat tergambar secara jelas. Teori agenda setting, sebuah teori komunikasi massa mengenai kontruksi realita yang dibuat oleh media terhadap audiens juga dapat dipetakan menjadi tiga. Namun sebelum memetakan teori agenda setting, perlu penjelasan terlebih dulu mengenai teori ini.

Agenda Setting merupakan teori yang muncul pada pertengahan abad ke-20 ketika radio dan televisi merajai dunia. Maxwell Mc Comb dan Donal Shaw (1972) melakukan penelitian dan menulis bahwa pengaruh media massa dapat mempengaruhi pemikiran diantara individu-individu. Singkatnya, media massa tidak menentukan “what to think” namun mempengaruhi “what to think about” (Rakhmat, 2003:228). Teori agenda setting dimulai dengan asumsi bahwa media massa menyaring berita, artikelo, atau tulisan yang akan disiarkannya. Secara selektif, ‘gatekeeper’ (penyunting, redksi, maupun wartawan sendiri) menentukan mana yang pantas diberitakan, mana yang tidak.

Miller dalam bukunya Communication theories, menjelaskan bahwa Agenda setting terbentuk karena adanya tiga agenda. Yang pertama adalah agenda media (bagaimana media mengatur topik), yang kedua adalah agenda masyarakat (apa yang dipercayai oleh masyarakat), dan terakhir adalah agenda politik (pembuatan keputusan dan kebijakan). Disini terlihat bahwa pendekatan epistemologi digunakan dalam menyusun teori agenda setting. Pengetahuan dan teori-teori akan media, masyarakat, dan politik, mampu menyusun teori agenda setting.

Pendekatan ontologi dalam agenda setting terlihat dari berbagai kasus yang melatarbelakangi munculnya teori ini. Miller mencontohkan adanya kekerasan dalam sekolah di tahun 1990an dimana Colombine High School in Littleton, Corolado menjadi sekolah yang paling disoroti oleh media karena berbagai kasus yang terjadi di dalamnya. Hal serupa terjadi di Indonesia melalui kasus Institut Pendidikan Dalam negeri (IPDN), dimana kekerasan yang terjadi di dalamnya selalu disoroti oleh media. Kasus ini dihubungkan dengan isu politik di Departemen Dalam Negeri. Dengan melakukan agenda setting, masyarakat jadi memikirkan mengenai segala kemungkinan yang ada dibalik kasus IPDN.

Media massa memiliki peran dalam menyampaikan nilai-nilai yang baik pada masyarakat. Dalam dunioa politik, kepercayaan rakyat terhadap pemerintah dapat berubah seketika karena pemberitaan media. Nilai-nilai psikologis dapat dipengaruhi dengan adanya setting dari media. Aksiologi terlihat dari nilai-nilai (psikologis, etika, maupun politik) yang muncul ketika agenda setting ini muncul

Apapun pendekatan yang digunakan, yang pasti sebuah teori memerlukan pemetaan terlebih dahulu. Pendekatan melalui pengetahuan, kejadian-kejadian alami, maupun nilai-nilai merupakan cara mengkonstruksi teori untuk mendekati kebenaran. Pengujian akan kebenaran dari teori ini sangat diperlukan untuk perkembangan ilmu pengetahuan. Agenda setting merupakan sebuah teori yang pemetaannya dapat dilakukan melalui ketiga pendekatan tersebut.

[i]



Referensi :

Littlejohn, Stephen W. 2002. Belmont, CA : Wadsworth

Miller, KL. 2002. Communication Theories. Belmont, CA : Wadsworth

Narwaya, Tri Guntur St. 2006. Matinya Ilmu Komunikasi. Resist Book: Yogyakarta

Rakhmat, Jallaludin.2003. Psikologi Komunikasi. Remaja Rosdakarya : Bandung

KOMUNIKASI PEMBANGUNAN

KOMUNIKASI PEMBANGUNAN

A. PENGERTIAN

Komunikasi merupakan proses penyampaian pesan dari seseorang (komunikator) kepada pihak lain (komunikan) dengan tujuan menyamakan persepsi dan tanggapan yang dibicarakan. “Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal dari kata Latin communicatio, dan bersumber dari kata communis yang berarti sama. Sama di sini maksudnya adalah sama makna” (Effendy,1990:9).

Sebenarnya di dalam suatu proses komunikasi,terdapat banyak model yang dapat kita gunakan. Tapi dalam komunikasi pembangunan ini model komunikasi yang kita gunakan adalah S - M - C - R – E, yaitu proses yang berjalan dari seorang komunikator yang membawa pesan melalui sebuah saluran yang ditujukan kepada komunikan sehingga menimbulkan dampak tertentu.

Pembangunan menurut Rogers (1969,1971) adalah proses-proses yang terjadi pada level atau tingkatan sistem sosial, sedangkan modernisasi menunjuk pada proses yang terjadi pada level individu. Rogers sendiri (1978) mengubah rumusan yang pernah dibuatnya tentang pembangunan dari apa yang pernah dikemukakannya sebelumnya (1971, 1973, 1976) dengan menyatakan pembangunan sebegai suatu proses perubahan sosial yang bersifat partisipatori secara luas untuk memajukan keadaan sosial dan kebendaan termasuk keadilan yang lebih besar, kebebasan dan kualitas yang dinilai tinggi yang lainnya, bagi mayoritas masyarakat melalui perolehan mereka akan kontrol yang lebih besar terhadap lingkungannya[1].

Sedangkan pembangunan menurut Tehranian (1979) adalah mengartikan istilah kemajuan (progress), pembangunan (development), dan modernisasi, sebagai suatu fenomena historis yang sama, yaitu suatu transisi dari masyarakat yang agraris ke masyarakat industrial[2].

Komunikasi dan pembangunan merupakan dua hal yang saling berhubungan sangat erat. Kedudukan komunikasi dalam konteks pembangunan adalah “as an integral part of development, and communication as a set of variables instrumental in bringing about development“ (Roy dalam Jayaweera dan Anumagama, 1987). Siebert, Peterson dan Schramm (1956) menyatakan bahwa dalam mempelajari sistem komunikasi manusia, seseorang harus memperhatikan beberapa kepercayaan dan asumsi dasar yang dianut suatu masyarakat tentang asal usul manusia, masyarakat dan negara[3]. Sehingga dapat kita artikan bahwa komunikasi pembangunan adalah proses penyebaran pesan oleh seseorang atau sekelompok orang kepada khalayak guna mengubah sikap, pendapat, dan perilakunya dalam rangka meningkatkan kemajuan lahiriah dan kepuasan batiniah, yang dalam keselarasannya dirasakan secara merata oleh seluruh rakyat[4]. Komunikasi pembangunan sendiri memiliki dua pengertian, baik secara luas maupun secara sempit. Pengertian komunikasi pembangunan secara luas adalah peran dan fungsi komunikasi (sebagai aktivitas pertukaran pesan secara timbal balik) di antara semua pihak yang terlibat dalam usaha pembangunan, terutama masyarakat dan pemerintah, sejak dari proses perencanaan, pelaksanaan dan penilaian terhadap pembangunan. Sedangkan dalam arti sempit, komunikasi pembangunan merupakan segala upaya dan cara, serta teknik penyampaian gagasan, dan keterampilan-keterampilan penbangunan yang bersal dari pihak yang memprakarsai pembangunan yang ditujukan pada masyarakat luas.

B. TUJUAN KOMUNIKASI PEMBANGUNAN

Komunikasi pembangunan mempunyai tujuan, antara lain memberikan informasi, persuasif (menggugah perasaan), mengubah perilaku, mengubah pendapat atau opini, mewujudkan partisipasi masyarakat, dan meningkatkan pendapatan. Tujuan-tujuan komunikasi pembangunan ini diharapkan dapat menyebabkan perubahan di masyarakat atau perubahan sosial (social change).

Komunikasi pembangunan di Indonesia memiliki tujuan inti, yaitu dalam rangka pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia itu sendiri yang harus bersifat pragmatik, yaitu suatu pola yang membangkitkan inovasi bagi masa kini dan masa depan.

METODE PENDEKATAN KOMUNIKASI PEMBANGUNAN

Komunikasi pembangunan memiliki beberapa metode-metode pembangunan, antara lain:

a. Pendekatan Sasaran

1. Pendekatan massa

Metode yang digunakan adalah dengan cara memberikan pemahaman awal kepada masyarakat dengan media massa yang dilakukan oleh pengambil kebijakan. Pendekatan massa ini mempunyai keuntungan yaitu program dapat cepat tersebar luas.

2. Pendekatan kelompok

Metode ini dugunakan untuk menginformasikan program kepada kelompok-kelompok masyarakat, seperti pelatihan dan workshop. Keuntungan dari pendekatan ini adalah program dapat dipantau secara baik.

3. Pendekatan Individu

Metode ini digunakan untuk menginformasikan program dengan mendatangi langsung rumah-rumah warga. Keuntungan dari pendekatan ini adalah warga merasa dihargai, komunikasi dari hati ke hati, petugas dapat menggali semua permasalahan warga

b. Pendekatan Materi

1. Metode ceramah dan diskusi.

2. Penggunaan alat bantu gambar serta media demonstrasi.

C. KOMUNIKASI PEMBANGUNAN DI INDONESIA

Komunikasi pembangunan yang dilancarkan di Indonesia pasti berbeda dan harus berbeda dengan apa yang ada di negara-negara lainnya karena subjek dan objek yang terlibat dalam komunikasi pembangunan itu memang berbeda. Perbedaan-perbedaan tersebut, baik yang tampak maupun yang tidak tampak, disebabkan oleh kekhasan dalam tujuan negara, sistem pemerinyahan, latar belakang kebudayaan, pandangan hidup bangsa, dan nilai-nilai yang merekat pada rakyat, yakni rakyat Indonesia yang Bhineka Tunggal Ika itu.

Ditinjau dari ilmu komunikasi yang juga mempelajari dan meneliti proses, yakni proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk mengubah sikap, pendapat dan perilakunya, maka pembangunan melibatkan dua komponen yang kedua-duanya merupakan manusia. Yang pertama adalah komunikator pembangunan yang harus memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam menyebarluaskan pesan. Yang kedua adalah komunikan pembangunan, baik penduduk kota maupun penduduk desa, yang harus diubah sikap, pendapat, dan perilakunya.

Menurut Koentjaraningrat, suatu bangsa yang hendak mengintensifkan usaha untuk pembangunan harus berupaya agar banyak dari warganya lebih menilai tinggi orientasi ke masa depan, dan dengan demikian bersifat hemat unutk bisa lebih teliti memperhitungkan hidupnya di masa depan, lebih menilai tinggi hasrat eksplorasi untuk mempertinggi kapasitas berinovasi, lebih menilai tinggi orientasi ke arah achievement karya, dan akhirnya menilai tinggi mentalitas berusaha atas kemampuan sendiri, percaya kepada diri sendiri, berdisiplin murni, dan berani bertanggung jawab sendiri.

Dengan demikian, pembangunan nasional yang digalakkan di Indonesia ini, yakni dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia, harus bersifat paradigmatik, yakni merupakan pola yang membangkitkan inovasi bagi masa yang dijalani dan dihadapi sebagaimana ditegaskan dalam GBHN. Bukannya bersifat dilematik dan problematik, terutama dalam pelaksanaannya, disebabkan oleh kekurang pahaman akan mentalitas bangsa sendiri[5].

D. KOMUNIKASI PEMBANGUNAN DALAM PENERAPANNYA

Di dalam menerapkan program- program pembangunan ada tiga hal penting

yang harus diperhatikan, yaitu:

(1) program tersebut dapat dilakukan dengan mudah

oleh masyarakat, (2) program tersebut menguntungkan sehingga dapat meningkatkan

pendapatan masyarakat dan (3) jika dijalankan, program tersebut tidak menimbulkan

kesenjangan sosial di masyarakat. Jadi, ketika kita menerapkan komunikasi

pembangunan, sebelumnya kita sudah harus dapat memahami dan menyesuaikan

dengan kondisi sosial di daerah tersebut.

Komunikasi pembangunan dapat diterapkan melalui beberapa cara, yaitu

melalui media massa, dengan komunikasi kelompok ataupun dengan komunikasi

personal.

Di Indonesia, komunikasi pembangunan sudah diterapkan di beberapa bidang, seperti misalnya di bidang pertanian, program Keluarga Berencana, di bidang pendidikan dan di bidang kesehatan.

E. KASUS-KASUS KOMUNIKASI PEMBANGUNAN

a. Komunikasi Personal

Dalam kasus ini dilakukan atas nama personal atau dengan pendekatan personal. Adapun kasusnya seperti orang tua yang membimbing anak, seseorang yang membimbing orang lain atau bahkan hingga melakukan pendekatan kepada tokoh-tokoh tertentu secara personal.

b. Komunikasi Kelompok

Kasus ini dilakukan atas nama lembaga, organisasi, dan lain sebagainya. Adapun kasusnya seperti penyuluhan kepada siswa Sekolah Menengah Atas (SMA), penyuluhan pertanian kepada kelompok petani, dan dapat pula berupa penyuluhan di posyandu. Kasus komunikasi kelompok ini ada yang berupa kelompok kecil maupun kelompok besar. Komunikasi kelompok kecil dilakukan dalam kelompok yang lebih terbatas dan dimungkinkan terjadi proses komunikasi dua arah, contohnya seperti penyuluhan dan lokakarya. Sedangkan komunikasi kelompok besar dilakukan dalam kelompok besar, heterogen, anonim dan tidak dimungkinkan terjadi proses komunikasi dua arah, seperti halnya yang terjadi pada saat orasi kampanye partai politik.

c. Komunikasi Massa

Komunikasi massa ini dilakukan dengan keterlibatan media massa. Contoh dalam kasus ini seperti kampanye anti rokok, iklan layanan masyarakat hemat listrik, film dokumenter mengenai transmigrasi, talk show hingga penyampaian pesan dalam pemberitaan. Itu semua bagian dari pengaplikasian komunikasi masa pada kehidupan bermasyarakat pada umumnya. Selain terbetuk pendapat yang berbeda yang menyatakan bahwa komunikasi massa tidak selalu menggunakan media massa. Pidato di hadapan sejumlah orang banyak di sebuah lapangan asal menunjukan perilaki massa (mass behavior) dapat dikatakan komunikasi massa.oleh sebab itu, komunikasi yang dilakukan oleh si orator secara tatap muka seperti itu adalah juga komunikasi massa.

F . KESIMPULAN

Dari pernyataan diatas bisa kita simpulkan bahwa tugas pokok dari komunikasi pembangunan dalam suatu perubahan social dalam rangka pembangunan nasional yaitu menyampaikan informasi kepada masyarakat agar mereka memusatkan perhatian kepada kebutuhan akan perubahan, membangkitkan aspirasi nasional, memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk mengambil bagian secara aktif dalam proses pembuatan keputusan, menciptakan arus informasi yag berjalan lancar dari bawah ke atas dan mendidik tenaga kerja yang diperlukan untuk pembangunan.



[1] Zulkarimen Nasution, 2001. Komunikasi Pembangunan Pengenalan Teori dan Penerapannya. Jakarta:RajaGrafindo Persada, hal 82.

[2] Ibid, hal 82.

[3] Drs. Mukti Sitompul, M.Si, 2002. “Konsep-konsep Komunikasi Pembangunan”.

[4] Prof. Drs. Onong Uchjana Effendy, M.A, 1990. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung: Remaja Rosdakarya, hal 92.

[5] Ibid, hal 88-91.

Kamis, 10 Juni 2010

Perkembangan Inti Teori Komunikasi

Perkembangan Inti Teori Komunikasi

Pengantar

Saat ini, komunikasi telah memegang peranan yang penting dalam kehidupan. Untuk mempermudah dalam mempelajari komunikasi, maka elemen-elemen dalam komunikasi terakumulasi dalam berbagai teori komunikasi. Walau teori komunikasi bersifat spesifik karena hanya menekankan pada suatu fenomena, namun bukan berarti teori tersebut tidak dapat digunakan untuk fenomena yang berbeda. Karena itu, teori komunikasi haruslah bersifat general. Selain menyoroti satu fenomena, tetapi juga mempengaruhi fenomena lain dan dapat menerjemahkan fenomena komunikasi tersebut.

Sejauh ini, teori komunikasi telah mengalami perkembangan yang cukup pesat. Hal itu terjadi seiring dengan semakin banyaknya penelitian yang dilakukan oleh para ahli dalam studi komunikasi. Para ahli telah menciptakan bermacam-macam teori komunikasi, namun ada beberapa teori yang cenderung bertentangan satu sama lain. Hal ini disebabkan adanya perbedaan sudut pandang diantara para ahli dalam melihat suatu fenomena komunikasi.

Untuk memudahkan dalam mempelajari teori komunikasi yang sangat bervariasi itu, beberapa ahli mulai memetakan teori-teori tersebut. Katherine Miller dalam Communication Theories: Perspectives, Processes, and Contexts mengelompokannya ke dalam teori komunikasi berbasis proses dan teori komunikasi berbasis konteks. Sedangkan dalam bukunya Theories of Human Communication, Stephen W. Littlejohn lebih mengelompokkan teori-teori tersebut menurut elemen-elemen teori inti komunikasi. Apapun teori komunikasi yang ada baik yang membahas teori komunikasi interpersonal ataupun tentang media, pasti membahas elemen-elemen ini. Walaupun dalam kenyataannya, tidak ada satu teori yang membahas semua elemen. Pada makalah kali ini, kami akan membahas pemetaan Littlejohn tentang perkembangan inti teori komunikasi yang memuat lima elemen dasar yang bisa dikatakan mendasari teori-teori komunikasi yang ada.

Inti Teori Komunikasi

Beberapa teori komunikasi hanya membahas aspek-aspek khusus dari komunikasi seperti teori komunikasi tentang komunikasi interpersonal, kelompok, organisasi, komunikasi interaktif, komunikasi antarbudaya, serta komunikasi massa. Namun, tidak semua teori komunikasi membahas aspek-aspek khusus tersebut. Beberapa teori komunikasi lebih terfokus pada proses dan konsep umum dalam komunikasi. Maka dari itu, teori komunikasi ini disebut inti teori komunikasi.

Littlejohn (2002:15) mengatakan bahwa teori komunikasi mempunyai inti teori yang mencakup proses-proses dan konsep umum dalam komunikasi. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, berbagai teori komunikasi yang ada pasti memuat beberapa elemen umum ini Littlejohn juga menambahkan bahwa inti teori komunikasi penting karena akan membantu kita memahami komunikasi secara umum. Inti teori juga memberikan pandangan yang jelas tentang proses yang berlangsung kapanpun komunikasi terjadi.

Inti teori komunikasi ini meliputi lima elemen, yaitu:

1. Produksi pesan

Produksi pesan merupakan cara penyampaian pesan dalam konteks interaksi dan kultural. Elemen ini menjelaskan bagaimana kita menciptakan apa yang kita tulis, ucapkan dan ekspresikan dengan orang lain. Di samping itu, tujuan dari produksi pesan juga menjadi dasar penting untuk elemen ini. Di balik produksi pesan biasanya ada kepentingan-kepentingan yang mempengaruhinya (aspek politis). John Fiske (2004:10) juga menegaskan bahwa tujuan (intention) merupakan faktor yang krusial dalam memutuskan apa yang membentuk sebuah pesan. Ia juga menambahkan tujuan pengirim mungkin dinyatakan atau tidak dinyatakan, disadari atau tidak disadari. Tujuan ini bisa tujuan informatif, persuasif, kontrol, dan lain-lain tergantung kepentingan apa yang melatarbelakanginya.

Sebelum kita menyampaikan pesan kepada orang lain, kita akan terlebih dahulu memproduksi pesan tersebut dalam pikiran kita. Produksi pesan ini melibatkan proses mental di dalamnya, yaitu apa yang kita pikirkan sebelum pada akhirnya mengkomunikasikannya kepada orang lain. Hasil dari proses produksi pesan tersebut dapat disampaikan baik secara verbal maupun non-verbal. Selain itu, perbedaan budaya memberi pengaruh besar dalam proses produksi pesan. Bahkan kesalahpahaman dalam komunikasi bisa saja terjadi bukan karena kesalahan dalam produksi pesan ataupun intepretasi, tapi perbedaan budaya antara pengirim dan penerima. Kebudayaan yang berbeda akan menghasilkan pesan yang berbeda pula karena perbedaan budaya mempengaruhi proses produksi pesan. Misalnya saja, dalam meminta pertolongan, budaya Jawa akan lebih cenderung berbasa-basi terlebih dahulu baru mengutarakan maksudnya, sementara budaya Batak cenderung langsung ke pokok permasalahan.

2. Interpretasi dan penyampaian makna.

Interpretasi dan penyampaian makna ini menekankan pada proses pikiran memahami pesan dan timbulnya makna dari interaksi yang terjadi dengan orang lain serta pengaruh budaya (Littlejohn, 2002:15). Interpretasi dan pemaknaan merupakan hal yang cukup penting mengingat komunikasi itu sendiri tergantung kepada bagaimana suatu pesan dapat dimengerti dan dinilai (Littlejohn, 2002:139). Komunikasi akan berjalan lancar jika komunikator dan komunikan memiliki interpretasi yang sama. Tanpa adanya kesamaan dalam menafsirkan pesan, maka tujuan komunikasi tidak akan tercapai. Seperti halnya dalam proses produksi pesan, perbedaan budaya juga memberikan pengaruh yang cukup signifikan dalam penginterpretasian pesan. Suatu pesan mungkin akan ditafsirkan berbeda dalam budaya yang berbeda pula. Dalam Deddy Mulyana (2007:333) ada sebuah anekdot yang bisa menggambarkan bagaimana perbedaan penafsiran pesan akibat perbedaan budaya dapat menimbulkan kesalahpahaman diantara komunikator.

Suatu hari seorang istri pejabat asal Jawa berbelanja di pasar gotong royong di Ambon. Melihat tumpukan buah durian yang baunya merangsang dan harganya relatof murah, ibu pejabat itu bermaksud untuk membelinya. Sang ibu bertanya baik-baik, “Duriannya manis apa tidak?” Si penjual durian menjawab dengan acuh, “Seng tahu beta, seng ada dalam durian” (“Nggak tahu, saya tidak berada dalam durian”). Sang ibu pejabattersinggung dan marah, lalu terjadi adu mulut. Untung sopir ibu pejabat melerai dan mengajak sang ibu pergi dan membeli durian di tempat lain. Sang ibu pejabat sebagi orang baru rupanya belum tahu adat dan sifat orang Ambon. Sebenarnya si penjual durian tidak bermaksud meremehkan ibu pejabat tadi, tetapi setengah bercanda sebagai bahasa lingkungan pasar setempat.”

Dari anekdot di atas, terlihat jelas bahwa interpretasi dan pemaknaan yang berbeda terhadap suatu pesan akibat perbedaan budaya ternyata berpotensi menimbulkan kesalahpahaman dalam berkomunikasi.

3 Struktur pesan.

Struktur pesan secara umum memuat elemen pesan, susunan pesan atau bagaimana pesan-pesan tersebut diorganisasikan. Maksudnya adalah bagaimana pesan disusun atau diorganisasikan agar pesan tersebut efektif. Pesan-pesan juga diatur dan digabung agar mempunyai makna tertentu sehingga dapat dimengerti oleh orang lain. Inti teori ini terdiri dari elemen-elemen yang terkandung dalam pesan baik yang tertulis, lisan maupun bentuk-bentuk nonverbal. (Littlejohn, 2002:15).

4 Dinamika interaksi.

Dinamika interaksi memaparkan relasi dan ketergantungan diantara para komunikator. Dalam berkomunikasi, seorang komunikator membutuhkan orang lain untuk merespon dan juga memberi feedback atas pesan yang telah disampaikannya. Begitu juga sebaliknya, seorang komunikan bisa berganti peran menjadi komunikator ketika dirinya menjadi pihak yang menyampaikan informasi kepada lawan bicaranya. Jadi, di sini bisa dikatakan bahwa masing-masing pelaku komunikasi memiliki peran ganda, baik sebagai komunikator maupun komunikan. Selain itu, dinamika interaksi juga menyinggung tentang proses bersama diantara komunikator dalam melahirkan wacana dan juga makna. Dalam berinteraksi dengan orang lain, pemaknaan pesan akan muncul dari kedua belah pihak. Ini mencakup proses memberi dan menerima, produksi dan penerimaan diantara peserta transaksi komunikasi, peserta itu bisa individu maupun kelompok (Littlejohn, 2002:15).

5 Dinamika institusi dan masyarakat.

Unsur terakhir dalam inti teori komunikasi merupakan dinamika institusi dan masyarakat yang menjelaskan cara kekuasaan dan sumberdaya didistribusikan dalam masyarakat, cara budaya diproduksi, interaksi antar bagian masyarakat. Budaya merupakan hasil dari interaksi dan kebiasaan-kebiasaan yang ada dalam masyarakat. (Littlejohn, 2002:15).

Tidak ada satupun teori komunikasi yang dapat mencakup kelima elemen di atas. Walaupun ada satu atau lebih elemen yang termasuk dalam suatu teori, elemen-elemen lain mungkin terpengaruh karena adanya hubungan-hubungan antara satu sama lain. Misalnya teori tentang produksi pesan berbasis produksi dan resepsi pesan. Selain membahas elemen produksi pesan, namun juga berkaitan dengan interpretasi pesan. Bagaimana kita memproduksi pesan yang dapat diinterpretasikan dengan mudah oleh orang lain.

Elemen-Eleman Inti Teori Komunikasi dalam Teori Agenda Setting

Teori Agenda Setting dimulai dengan suatu asumsi bahwa media massa menyaring berita, artikel, atau tulisan yang akan disiarkannya, sehingga media masa cenderung mengarahkan perhatian kita pada masalah atau isu-isu tertentu. Elemen-elemen yang ada pada teori ini antara lain adalah produksi pesan, struktur pesan, interpretasi dan penggalian makna. Produksi pesan disini adalah bagaimana media menyaring berita yang akan dipublikasikan. Bagaimana media menentukan berita mana yang penting untuk disiarkan kepada publik. Sedangkan yang dimaksud struktur pesan adalah cara media menyusun sebuah pesan agar terlihat penting dan bernilai sebagai berita. Selain itu media juga membuat agar pesan tersebut diinterpretasikan sama dengan yang dimaksud oleh media. Elemen terakhir adalah interpretasi dan penggalian makna. Interpretasi publik berbeda satu sama lain. ada kelompok publik yang menanggapi berita dengan sikap skeptis, ada pula yang cenderung hanya mengikuti “arus” saja.

Misalnya dalam kasus kematian mantan presiden Soeharto. Pada saat itu, terlihat dengan jelas bahwa berita tentang kematian Soeharto menyita seluruh perhatian media baik cetak maupun elektronik yang menjadikan berita itu sebagai berita utama dalam beberapa hari ke depan. Di sini media memegang peran dalam menentukan atau men-setting berita tersebut sebagai berita yang dianggap penting. Melalui media inilah masyarakat merasa bahwa saat itu, berita yang paling penting adalah berita tentang kematian mantan presiden Soeharto. Masyarakat cenderung mengesampingkan berita atau peristiwa lain yang terjadi pada saat yang sama. Hal itu terjadi karena saat itu media lebih memfokuskan pada berita kematian Soeharto. Sehingga apa yang luput dari perhatian media cenderung diabaikan oleh masyarakat luas. Seolah-olah peristiwa yang tidak disiarkan atau tidak mendapatkan perhatian yang intens dari media adalah sesuatu yang tidak penting untuk diketahui masyarakat luas.

Dalam memproduksi pesan, media akan menyaring dan memilah mana berita yang akan diperhatikan masyarakat. Pada saat itu, media cenderung menampilkan sisi positif dari sosok seorang Soeharto. Informasi-informasi tersebut diatur sedemikian rupa sehingga seakan-akan bisa “mencuci otak” masyarakat dan membuat masyarakat percaya bahwa memang berita inilah yang penting pada saat itu. Walaupun begitu, setiap orang mungkin memiliki pandangan yang berbeda dalam menginterpretasikan informasi tersebut. Hal itu tergantung pada tingkat kekritisan setiap individu dalam menyikapi media. Karena pada kenyataannya dewasa ini, agenda setting yang dilakukan oleh media cenderung bersifat melebih-lebihkan. Sehingga mungkin saja berita yang disiarkan oleh media sebenarnya tidak sepenting kelihatannya.

Penutup

Pada dasarnya perkembangan inti teori komunikasi merupakan konsep umum dari teori-teori komunikasi yang ada. Inti teori komunikasi meliputi lima elemen yang tampaknya terpisah namun sebenarnya saling terkait dan saling mempengaruhi.

REFERENSI

Fiske, John. 1990. Introduction of Communication Studies. Second Edition. London: Routledge

Littlejohn, Stephen W. 2002. Theories of Human Communication. Seventh Edition. Belmont, CA: Wadsworth

Littlejohn, Stephen W dan Karen A Foss. 2005. Theories of Human Communication. Eighth Edition. Belmont, CA: Wadsworth

Mulyana, Deddy. 2007. Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya