Powered By Blogger

Kamis, 10 Juni 2010

Perkembangan Inti Teori Komunikasi

Perkembangan Inti Teori Komunikasi

Pengantar

Saat ini, komunikasi telah memegang peranan yang penting dalam kehidupan. Untuk mempermudah dalam mempelajari komunikasi, maka elemen-elemen dalam komunikasi terakumulasi dalam berbagai teori komunikasi. Walau teori komunikasi bersifat spesifik karena hanya menekankan pada suatu fenomena, namun bukan berarti teori tersebut tidak dapat digunakan untuk fenomena yang berbeda. Karena itu, teori komunikasi haruslah bersifat general. Selain menyoroti satu fenomena, tetapi juga mempengaruhi fenomena lain dan dapat menerjemahkan fenomena komunikasi tersebut.

Sejauh ini, teori komunikasi telah mengalami perkembangan yang cukup pesat. Hal itu terjadi seiring dengan semakin banyaknya penelitian yang dilakukan oleh para ahli dalam studi komunikasi. Para ahli telah menciptakan bermacam-macam teori komunikasi, namun ada beberapa teori yang cenderung bertentangan satu sama lain. Hal ini disebabkan adanya perbedaan sudut pandang diantara para ahli dalam melihat suatu fenomena komunikasi.

Untuk memudahkan dalam mempelajari teori komunikasi yang sangat bervariasi itu, beberapa ahli mulai memetakan teori-teori tersebut. Katherine Miller dalam Communication Theories: Perspectives, Processes, and Contexts mengelompokannya ke dalam teori komunikasi berbasis proses dan teori komunikasi berbasis konteks. Sedangkan dalam bukunya Theories of Human Communication, Stephen W. Littlejohn lebih mengelompokkan teori-teori tersebut menurut elemen-elemen teori inti komunikasi. Apapun teori komunikasi yang ada baik yang membahas teori komunikasi interpersonal ataupun tentang media, pasti membahas elemen-elemen ini. Walaupun dalam kenyataannya, tidak ada satu teori yang membahas semua elemen. Pada makalah kali ini, kami akan membahas pemetaan Littlejohn tentang perkembangan inti teori komunikasi yang memuat lima elemen dasar yang bisa dikatakan mendasari teori-teori komunikasi yang ada.

Inti Teori Komunikasi

Beberapa teori komunikasi hanya membahas aspek-aspek khusus dari komunikasi seperti teori komunikasi tentang komunikasi interpersonal, kelompok, organisasi, komunikasi interaktif, komunikasi antarbudaya, serta komunikasi massa. Namun, tidak semua teori komunikasi membahas aspek-aspek khusus tersebut. Beberapa teori komunikasi lebih terfokus pada proses dan konsep umum dalam komunikasi. Maka dari itu, teori komunikasi ini disebut inti teori komunikasi.

Littlejohn (2002:15) mengatakan bahwa teori komunikasi mempunyai inti teori yang mencakup proses-proses dan konsep umum dalam komunikasi. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, berbagai teori komunikasi yang ada pasti memuat beberapa elemen umum ini Littlejohn juga menambahkan bahwa inti teori komunikasi penting karena akan membantu kita memahami komunikasi secara umum. Inti teori juga memberikan pandangan yang jelas tentang proses yang berlangsung kapanpun komunikasi terjadi.

Inti teori komunikasi ini meliputi lima elemen, yaitu:

1. Produksi pesan

Produksi pesan merupakan cara penyampaian pesan dalam konteks interaksi dan kultural. Elemen ini menjelaskan bagaimana kita menciptakan apa yang kita tulis, ucapkan dan ekspresikan dengan orang lain. Di samping itu, tujuan dari produksi pesan juga menjadi dasar penting untuk elemen ini. Di balik produksi pesan biasanya ada kepentingan-kepentingan yang mempengaruhinya (aspek politis). John Fiske (2004:10) juga menegaskan bahwa tujuan (intention) merupakan faktor yang krusial dalam memutuskan apa yang membentuk sebuah pesan. Ia juga menambahkan tujuan pengirim mungkin dinyatakan atau tidak dinyatakan, disadari atau tidak disadari. Tujuan ini bisa tujuan informatif, persuasif, kontrol, dan lain-lain tergantung kepentingan apa yang melatarbelakanginya.

Sebelum kita menyampaikan pesan kepada orang lain, kita akan terlebih dahulu memproduksi pesan tersebut dalam pikiran kita. Produksi pesan ini melibatkan proses mental di dalamnya, yaitu apa yang kita pikirkan sebelum pada akhirnya mengkomunikasikannya kepada orang lain. Hasil dari proses produksi pesan tersebut dapat disampaikan baik secara verbal maupun non-verbal. Selain itu, perbedaan budaya memberi pengaruh besar dalam proses produksi pesan. Bahkan kesalahpahaman dalam komunikasi bisa saja terjadi bukan karena kesalahan dalam produksi pesan ataupun intepretasi, tapi perbedaan budaya antara pengirim dan penerima. Kebudayaan yang berbeda akan menghasilkan pesan yang berbeda pula karena perbedaan budaya mempengaruhi proses produksi pesan. Misalnya saja, dalam meminta pertolongan, budaya Jawa akan lebih cenderung berbasa-basi terlebih dahulu baru mengutarakan maksudnya, sementara budaya Batak cenderung langsung ke pokok permasalahan.

2. Interpretasi dan penyampaian makna.

Interpretasi dan penyampaian makna ini menekankan pada proses pikiran memahami pesan dan timbulnya makna dari interaksi yang terjadi dengan orang lain serta pengaruh budaya (Littlejohn, 2002:15). Interpretasi dan pemaknaan merupakan hal yang cukup penting mengingat komunikasi itu sendiri tergantung kepada bagaimana suatu pesan dapat dimengerti dan dinilai (Littlejohn, 2002:139). Komunikasi akan berjalan lancar jika komunikator dan komunikan memiliki interpretasi yang sama. Tanpa adanya kesamaan dalam menafsirkan pesan, maka tujuan komunikasi tidak akan tercapai. Seperti halnya dalam proses produksi pesan, perbedaan budaya juga memberikan pengaruh yang cukup signifikan dalam penginterpretasian pesan. Suatu pesan mungkin akan ditafsirkan berbeda dalam budaya yang berbeda pula. Dalam Deddy Mulyana (2007:333) ada sebuah anekdot yang bisa menggambarkan bagaimana perbedaan penafsiran pesan akibat perbedaan budaya dapat menimbulkan kesalahpahaman diantara komunikator.

Suatu hari seorang istri pejabat asal Jawa berbelanja di pasar gotong royong di Ambon. Melihat tumpukan buah durian yang baunya merangsang dan harganya relatof murah, ibu pejabat itu bermaksud untuk membelinya. Sang ibu bertanya baik-baik, “Duriannya manis apa tidak?” Si penjual durian menjawab dengan acuh, “Seng tahu beta, seng ada dalam durian” (“Nggak tahu, saya tidak berada dalam durian”). Sang ibu pejabattersinggung dan marah, lalu terjadi adu mulut. Untung sopir ibu pejabat melerai dan mengajak sang ibu pergi dan membeli durian di tempat lain. Sang ibu pejabat sebagi orang baru rupanya belum tahu adat dan sifat orang Ambon. Sebenarnya si penjual durian tidak bermaksud meremehkan ibu pejabat tadi, tetapi setengah bercanda sebagai bahasa lingkungan pasar setempat.”

Dari anekdot di atas, terlihat jelas bahwa interpretasi dan pemaknaan yang berbeda terhadap suatu pesan akibat perbedaan budaya ternyata berpotensi menimbulkan kesalahpahaman dalam berkomunikasi.

3 Struktur pesan.

Struktur pesan secara umum memuat elemen pesan, susunan pesan atau bagaimana pesan-pesan tersebut diorganisasikan. Maksudnya adalah bagaimana pesan disusun atau diorganisasikan agar pesan tersebut efektif. Pesan-pesan juga diatur dan digabung agar mempunyai makna tertentu sehingga dapat dimengerti oleh orang lain. Inti teori ini terdiri dari elemen-elemen yang terkandung dalam pesan baik yang tertulis, lisan maupun bentuk-bentuk nonverbal. (Littlejohn, 2002:15).

4 Dinamika interaksi.

Dinamika interaksi memaparkan relasi dan ketergantungan diantara para komunikator. Dalam berkomunikasi, seorang komunikator membutuhkan orang lain untuk merespon dan juga memberi feedback atas pesan yang telah disampaikannya. Begitu juga sebaliknya, seorang komunikan bisa berganti peran menjadi komunikator ketika dirinya menjadi pihak yang menyampaikan informasi kepada lawan bicaranya. Jadi, di sini bisa dikatakan bahwa masing-masing pelaku komunikasi memiliki peran ganda, baik sebagai komunikator maupun komunikan. Selain itu, dinamika interaksi juga menyinggung tentang proses bersama diantara komunikator dalam melahirkan wacana dan juga makna. Dalam berinteraksi dengan orang lain, pemaknaan pesan akan muncul dari kedua belah pihak. Ini mencakup proses memberi dan menerima, produksi dan penerimaan diantara peserta transaksi komunikasi, peserta itu bisa individu maupun kelompok (Littlejohn, 2002:15).

5 Dinamika institusi dan masyarakat.

Unsur terakhir dalam inti teori komunikasi merupakan dinamika institusi dan masyarakat yang menjelaskan cara kekuasaan dan sumberdaya didistribusikan dalam masyarakat, cara budaya diproduksi, interaksi antar bagian masyarakat. Budaya merupakan hasil dari interaksi dan kebiasaan-kebiasaan yang ada dalam masyarakat. (Littlejohn, 2002:15).

Tidak ada satupun teori komunikasi yang dapat mencakup kelima elemen di atas. Walaupun ada satu atau lebih elemen yang termasuk dalam suatu teori, elemen-elemen lain mungkin terpengaruh karena adanya hubungan-hubungan antara satu sama lain. Misalnya teori tentang produksi pesan berbasis produksi dan resepsi pesan. Selain membahas elemen produksi pesan, namun juga berkaitan dengan interpretasi pesan. Bagaimana kita memproduksi pesan yang dapat diinterpretasikan dengan mudah oleh orang lain.

Elemen-Eleman Inti Teori Komunikasi dalam Teori Agenda Setting

Teori Agenda Setting dimulai dengan suatu asumsi bahwa media massa menyaring berita, artikel, atau tulisan yang akan disiarkannya, sehingga media masa cenderung mengarahkan perhatian kita pada masalah atau isu-isu tertentu. Elemen-elemen yang ada pada teori ini antara lain adalah produksi pesan, struktur pesan, interpretasi dan penggalian makna. Produksi pesan disini adalah bagaimana media menyaring berita yang akan dipublikasikan. Bagaimana media menentukan berita mana yang penting untuk disiarkan kepada publik. Sedangkan yang dimaksud struktur pesan adalah cara media menyusun sebuah pesan agar terlihat penting dan bernilai sebagai berita. Selain itu media juga membuat agar pesan tersebut diinterpretasikan sama dengan yang dimaksud oleh media. Elemen terakhir adalah interpretasi dan penggalian makna. Interpretasi publik berbeda satu sama lain. ada kelompok publik yang menanggapi berita dengan sikap skeptis, ada pula yang cenderung hanya mengikuti “arus” saja.

Misalnya dalam kasus kematian mantan presiden Soeharto. Pada saat itu, terlihat dengan jelas bahwa berita tentang kematian Soeharto menyita seluruh perhatian media baik cetak maupun elektronik yang menjadikan berita itu sebagai berita utama dalam beberapa hari ke depan. Di sini media memegang peran dalam menentukan atau men-setting berita tersebut sebagai berita yang dianggap penting. Melalui media inilah masyarakat merasa bahwa saat itu, berita yang paling penting adalah berita tentang kematian mantan presiden Soeharto. Masyarakat cenderung mengesampingkan berita atau peristiwa lain yang terjadi pada saat yang sama. Hal itu terjadi karena saat itu media lebih memfokuskan pada berita kematian Soeharto. Sehingga apa yang luput dari perhatian media cenderung diabaikan oleh masyarakat luas. Seolah-olah peristiwa yang tidak disiarkan atau tidak mendapatkan perhatian yang intens dari media adalah sesuatu yang tidak penting untuk diketahui masyarakat luas.

Dalam memproduksi pesan, media akan menyaring dan memilah mana berita yang akan diperhatikan masyarakat. Pada saat itu, media cenderung menampilkan sisi positif dari sosok seorang Soeharto. Informasi-informasi tersebut diatur sedemikian rupa sehingga seakan-akan bisa “mencuci otak” masyarakat dan membuat masyarakat percaya bahwa memang berita inilah yang penting pada saat itu. Walaupun begitu, setiap orang mungkin memiliki pandangan yang berbeda dalam menginterpretasikan informasi tersebut. Hal itu tergantung pada tingkat kekritisan setiap individu dalam menyikapi media. Karena pada kenyataannya dewasa ini, agenda setting yang dilakukan oleh media cenderung bersifat melebih-lebihkan. Sehingga mungkin saja berita yang disiarkan oleh media sebenarnya tidak sepenting kelihatannya.

Penutup

Pada dasarnya perkembangan inti teori komunikasi merupakan konsep umum dari teori-teori komunikasi yang ada. Inti teori komunikasi meliputi lima elemen yang tampaknya terpisah namun sebenarnya saling terkait dan saling mempengaruhi.

REFERENSI

Fiske, John. 1990. Introduction of Communication Studies. Second Edition. London: Routledge

Littlejohn, Stephen W. 2002. Theories of Human Communication. Seventh Edition. Belmont, CA: Wadsworth

Littlejohn, Stephen W dan Karen A Foss. 2005. Theories of Human Communication. Eighth Edition. Belmont, CA: Wadsworth

Mulyana, Deddy. 2007. Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya

Definisi Epistemologi, Ontologi, dan Aksiologi

Definisi Epistemologi, Ontologi, dan Aksiologi

1. Epistemologi

Berasal dari kata Yunani, Episteme dan Logos. Episteme artinya adalah pengetahuan. Logos artinya teori. Epistemologi adalah sebuah kajian yang mempelajari asal mula, atau sumber, struktur dan metode pengetahuan. Epistemologi berusaha menjawab bagaimana proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang berupa ilmu? Bagaimana prosedurnya? Hal-hal apa yang harus di perhatikan agar kita mendapatkan pengetahuan yang benar? Apa yang disebut kebenaran itu sendiri? Apakah kriterianya? Cara atau tehnik atau sarana apa yang membantu kita dalam mendapatkan pengetahuan yang berupa ilmu?

2. Ontologi

Ontologi adalah analisis tentang objek materi dari ilmu pengetahuan, yaitu hal-hal atau benda-benda empiris. Ontologis membahas tentang apa yang ingin diketahui. Ontologi menganalisa tentang objek apa yang diteliti ilmu? Bagaimana wujud yang sebenar-benarnya dari objek tersebut? bagaimana hubungan antara objek tadi dengan daya tangkap manusia (misalnya: berpikir, merasa dan mengindera) yang menghasilkan pengetahuan?.

3. Aksiologi

  • Aksiologi membahas tentang manfaat yang diperoleh manusia dari pengetahuan yang didapatkannya. Aksiologi ilmu terdiri dari nilai-nilai yang bersifat normatif dalam pemberian makna terhadap kebenaran atau kenyataan seperti yang dijumpai dalam kehidupan, yang menjelajahi berbagai kawasan, seperti kawasan sosial, kawasan simbolik ataupun fisik material (Koento, 2003: 13).
  • Definisi Kattsoff (2004: 319), aksiologi sebagai ilmu pengetahuan yang menyelediki hakekat nilai yang umumnya ditinjau dari sudut pandang kefilsafatan.
  • Scheleer dan Langeveld (Wiramihardja, 2006: 155-157)

-Scheleer mengontraskan aksiologi dengan praxeology, yaitu suatu teori dasar tentang tindakan tetapi lebih sering dikontraskan dengan deontology, yaitu suatu teori mengenai tindakan baik secara moral.

-Langeveld berpendapat bahwa aksiologi terdiri atas dua hal utama: etika dan estetika. Etika merupakan bagian filsafat nilai dan penilaian yang membicarakan perilaku orang, sedangkan estetika adalah bagian filsafat tentang nilai dan penilaian yang memandang karya manusia dari sudut indah dan jelek.

Aksiologi menjawab, untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu di pergunakan? Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral? Bagaimana penentuan objek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral? Bagaimana kaitan antara teknik prosedural yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma moral?

Teori Agenda Setting dalam tiga perspektif: Epistemologi, Ontologi, Aksiologi

Teori Agenda Setting pertama dikemukakan oleh Walter Lippman (1965) pada konsep “The World Outside and the Picture in our head”,penelitian empiris teori ini dilakukan Mc Combs dan Shaw ketika mereka meniliti pemilihan presiden tahun 1972. Mereka mengatakan antara lain walaupun para ilmuwan yang meneliti perilaku manusia belum menemukan kekuatan media seperti yang disinyalir oleh pandangan masyarakat yang konvensional, belakangan ini mereka menemukan cukup bukti bahwa para penyunting dan penyiar memainkan peranan yang penting dalam membentuk realitas sosial kita, ketika mereka melaksanakan tugas keseharian mereka dalam menonjolkan berita.

Pada teori ini, media tidak menentukan what to think, tetapi what to think about. Teori ini berdiri atas asumsi bahwa media atau pers does not reflect reality, but rether filters and shapes it, much as a caleidoscope filters and shapes it (David H. Heaver, 1981). Dari sekian peristiwa dan kenyataan sosial yang terjadi, media massa memilih dan memilahnya berdasarkan kategori tertentu, dan menyampaikan kepada khalayak - dan khalayak menerima - bahwa peristiwa x adalah penting.

Dalam teori ini ada 3 tahapan utama, yaitu:

- media agenda

- public agenda

- policy agenda

Segi Epistemologi

Teori ini berasal dari kajian di saat seorang Walter Lippman berpikir mengenai pentingnya sebuah ”picture in our head”. Bagaimana media massa menciptakan gambaran-gambaran di dalam pikiran kita, dan para pembuat kebijakan harus mengetahui gambaran-gambaran ini. Lippman menangkap bahwa publik tidak merespon isu yang aktual di lingkungan mereka, tetapi lebih pada apa yang ada di gambaran benak mereka. Di sinilah kemudian media massa mengambil peran dalam mengkomstruksi ”gambaran” melalui outline-outline sajian mereka.

Segi Ontologi

Teori ini mengkaji bagaimana media massa mampu mempengaruhi pikiran-pikiran audiensnya, di mana dari apa yang disajikan oleh media massa, mampu menjadi sebuah agenda publik yang kekuatannya akan mempengaruhi kebijakan-kebijakan yang akan muncul.

Berkaitan dengan apa yang dirasakan orang melalui media massa, di mana sajian media massa dengan segala sesuatunya (struktur pesan/pemberitaan, frekuensi, visualisasi, dll) akan mampu mempengaruhi orang untuk berpikir isu-isu apa saja yang ada di dekat mereka, yang menjadi mereka pedulikan, mengkonstruksi maknanya, sehingga para pembuat kebijakan harus menyadari hal ini untuk menentukan kebijakan yang akan dipilih dan diterapkan.

Segi Aksiologi

Dalam bukunya, Littlejohn menjelaskan bahwa Agenda Setting ini berfungsi dalam menetapkan isu yang menonjol dan gambaran-gambaran di dalam pikiran audiensnya. Dalam fungsinya ini, teori ini dapat bermanfaat untuk memudahkan pengambil kebijakan untuk menetapkan kebijakan yang akan diterapkan. Selain itu, dari teori ini, maka menegaskan pentingnya peran media massa dalam kehidupan sebuah sistem dalam sebuah negara atau pemerintahan.

Teori ini mempunyai nilai yang baik manakala media massa dapat menjalankan fungsinya sebagai sebuha sarana informasi edukasi dengan benar. Sehigga media massa sebagai filter dari segala isu dengan outline yang mereka sajikan dapat mengkonstruksi sebuah gambaran yang benar di dalam publiknya.

http://kecoaxus.tripod.com/filsafat/pengfil.htm

http://www.unhas.ac.id/~rhiza/mystudents/syahir/filsafat-ilmu.html

http://oliviadwiayu.wordpress.com/2007/01/11/teori-agenda-setting/

http://jurnal.bl.ac.id/wp-content/uploads/2007/11/blcom%20hadiono%20sept%202007.pdf

http://tengkudhaniiqbal.wordpress.com/2006/08/04/televisi-dan-pemirsa-buatan/

http://jurnal.bl.ac.id/wp-content/uploads/2007/01/BLCOM-v2-n1-artikel6-januari2007.pdf

Dennis Mc Quail , Teori Komunikasi Massa : Suatu Pengantar, edisi kedua, Erlangga: Jakarta.

Tim Dosen Filsafat Ilmu, Filsafat Ilmu, 2003, Liberty: Yogyakarta.

Miller, Katherine. Communication Theories: perspective, process, and contexts. 2002. McGraw- Hill:USA. Hal 257-264.

Littlejoh, Stephen W. Theories of Human Communication, 7th edition. 2001.Wadsworth: USA. Hal 391-321.

Teori-Teori Komunikasi Berdasarkan Empat Perspektif Ilmu

Teori-Teori Komunikasi

Berdasarkan Empat Perspektif Ilmu

Dalam mengkaji perspektif teori komunikasi, diperlukan contoh teori-teori komunikasi yang dipengaruhi oleh masing-masing perspektif. Dengan contoh teori, pemahaman akan empat perspektif teori, yaitu positivisme, post-positivisme, interpretif, dan kritis akan menjadi lebih jelas. Perspektif Di bawah ini adalah empat teori yang masing-masing dipengaruhi oleh perspektif yang berbeda.

1. Teori yang dipengaruhi perspektif positivisme: Teori Agenda Setting.

Teori ini dipengaruhi oleh pandangan positivisme karena memandang media sebagai sebuah alat/mesin yang kaku. Teori agenda setting memiliki sebuah keteraturan relasi sosial antara audiens dan media, yang menganggap audiens dapat terpengaruh oleh keadaan yang sengaja disetting oleh media. Media massa dapat mempengaruhi pemikiran diantara individu-individu. Media massa tidak menentukan “what to think” namun mempengaruhi “what to think about”.

Pandangan positivisme dari teori ini melihat adanya hubungan deduktif (sebab akibat) antara konstruksi realitas media dengan perilaku audiensnya. Pandangan rakyat terhadap pemerintah dapat berubah karena adanya berita yang ‘direkayasa’ oleh media yang sebenarnya juga memiliki kepentingan lain di bidang politik.

2. Teori yang dipengaruhi oleh perspektif post-positivisme : Teori Spiral Kebisuan (Noelle-Neumann: 1974)

Perspektif post-positivisme menentang bahwa komunikasi adalah suatu keteraturan dan memiliki hubungan timbal balik. Teori-teori yang dipengaruhi pandangan ini akan menekankan penalaran induktif dan lebih fokus pada tindakan manusia yang ekspresif. Teori spiral kebisuan (spiral of silence) yang dikemukakan oleh Neumann merupakan salah satu teori yang dipengaruhi oleh pandangan ini. Efek media tidak disebabkan karena kontruksi atau pengaruh langsung dari media, namun karena adanya perasaan takut dikucilkan dari suara mayoritas.

Seorang yang minoritas memilih untuk diam dalam pembicaraan jika opininya berbeda dengan opini yang dikontruksi oleh media massa.Kajian teori ini melakukan pendekatan dengan meneliti audiens, tidak hanya secara kuantitatif, namun lebih meneliti kualitatif yaitu pengaruh psikis dari audiens.

3. Teori yang dipengaruhi oleh perspektif interpretif : Teori Negosiasi Wajah (Face-negotiation Theory) dalam komunikasi interpersonal.

Wajah mampu menyiratkan banyak makna dari pada kata-kata. Dalam komunikasi interpsonal, melihat makna yang ada dalam mimik wajah merupakan hal yang penting. Dengan melihat ekspresi wajah, kita dapat mengetahui suasana hati orang yang kita ajak berkomunikasi. Dalam teori negosiasi wajah yang dicetuskan oleh Stella Ting-Tomey, kebudayaan setempat mengenai ekspresi wajah mampu mengurangi konflik. Teori ini dipengaruhi oleh pandangan interpretif karena menaruh perhatian yang besar pada pemaknaan akan simbol. Wajah mempunyai banyak makna. Dalam teori ini, dengan mengetahui pemaknaan akan wajah, dapat mengurangi konflik.

4. Teori yang dipengaruhi oleh perspektif kritis : Teori Media Politik-Ekonomi (Mc.quail).

Teori media politik ekonomi mengemukakan adanya ketergantungan ideologi pada kekuatan ekonomi dan mengarahkan perhatian pada struktur kerja kekuatan pasar. Dalam teori ini, media merupakan bagian dari sistem ekonomi dan berkaitan erat dengan sistem politik. Media massa mengarahkan audiens pada pemasang iklan dan membentuk perilaku ekonomi publik sampai tahap tertentu. Pemegang modal dan mendukung media akan lebih mudah menggunakan kekuasaannya daripada pemegang modal yang tidak menggunakan media massa sebagai alat pemasaran.

Teori ini sangat dekat dengan teori marxis dan sama-sama memberikan pandangan lain terhadap teori komunikasi massa yang ada sebelumnya. Teori ini memberikan kritik terhadap pendekatan positivistik yang menganggap media sangat kaku dan hanya meneliti efek saja. Secara kritis, teori media politik-ekonomi mampu melihat adanya kepentingan ekonomi dan politik di dalam pemberitaan, iklan, maupun penempatan rubrik di media massa.